papanoyt:: ayo pilih content yang ada di bawah ini di jamin gak nyesel..

Minggu, 10 April 2011

WBS


1. Definisi WBS
 WBS adalah sebuah deliverable – orientated collection of project Component
Menampilkan gambar / grafik tentang hirarki proyek
WBS bisa diartikan sebagai teknik untuk :
Membagi keseluruhan proyek kedalam komponen-komponen
Memecah komponen ke level-level berikutnya sampai dengan tugas
Setiap tugas yang dimaksud merupakan unit yang dapat dikelola (direncanakan,
  dianggarkan, dijadwalkan dan dikendalikan) / Manageable unit
Struktur WBS
Sebuah proyek yang komplek agar mudah dikendalikan harus diuraikan dalam bentuk komponen-komponen individual dalam struktur hirarki, yang dikenal dengan Work Breakdown Structure (WBS).
Pada dasarnya WBS merupakan suatu daftar yang bersifat top down dan secara hirarkis menerangkan komponen-komponen yang harus dibangun dan pekerjaan yang berkaitan dengannya
Struktur dalam WBS mendefinisikan tugas-tugas yang dapat diselesaikan secara terpisah dari tugas-tugas lain, memudahkan alokasi sumber daya, penyerahan tanggung jawab, pengukuran dan pengendalian proyek. Pembagian tugas menjadi sub tugas yang lebih kecil tersebut dengan harapan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan dan diestimasi lama waktunya.Sebagai gambaran, Work breakdown structure (WBS) dapat diilustrasikan seperti diagram blok berikut:
Model WBS memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
• Memberikan daftar pekerjaan yang harus diselesaikan
• Memberikan dasar untuk mengestimasi, mengalokasikan sumber daya, menyusun jadwal, dan menghitung biaya
• Mendorong untuk mempertimbangkan secara lebih serius sebelum membangun suatu proyek .
Dikarenakan WBS merupakan struktur yang bersifat hirarki, maka bisa juga disampikan dalam bentuk skema sebagai berikut :

Sebagai gambaran praktis, berikut ini dicontohkan sebagian dari struktur WBS dalam sebuah proyek pembangunan Intranet.
Perbedaan Level Dan Tingkat Kedetailan WBS
Setiap organisasi menggunakan terminologinya sendiri untuk mengklasifikasi komponen WBS sesuai levelnya dalam hirarki. Sebagai contoh, beberapa organisasi memperlihatkan level-level yang berbeda sebagai tugas (task), sub-tugas (sub-task) dan paket pekerjaan (work package) sebagaimana yang ditunjukkan dalam bagan diatas. Sementara organisasi lain mungkin menggunakan istilah fase (phase), entri (entry) dan aktifitas (activity).
WBS mungkin saja disusun mengikuti pembagian atau pentahapan dalam siklus hidup proyek ( the project life cycle). Level-level yang lebih tinggi dari struktur umumnya dikerjakan oleh kelompok-kelompok. Level yang paling rendah dalam hirarki seringkali terdiri dari aktifitas-aktifitas dilakukan secara individual, kendati demikian sebuah WBS yang menitikberatkan pada “deliverable” tidak memerlukan aktifitas-aktifitas yang spesifik.
Melakukan rincian sebuah proyek ke dalam bagian-bagian komponen yang lebih kecil akan memudahkan pembagian alokasi sumber daya dan pemberian tanggung jawab individual. Perlu kiranya memberi perhatian pada penggunaan detail level yang layak ketika hendak membuat WBS. Dalam kondisi ekstrim, detail level yang sangat tinggi akan menyerupai hasil dalam manajemen mikro. Sedangkan kondisi ekstrim kebalikannya, tugas-tugas mungkin akan menjadi demikian lebar untuk bisa di-manage secara efektif. Kendati demikian, menetapkan tugas-tugas dalam pekerjaan yang berdurasi beberapa hari maupun beberapa bulan merupakan hal yang baik di hampir kebanyakan proyek.
Peran WBS Dalam Perencanaan Proyek
WBS merupakan pondasi untuk perencanaan proyek. WBS dibuat sebelum ketergantungan diidentifikasi dan lamanya aktifitas pekerjaan diestimasi. WBS juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tugas-tugas dalam model perencanaan proyek. Oleh karena itu, idealnya rancangan WBS sendiri harusnya telah diselesaikan sebelum pengerjaan perencanaan proyek (project plan) dan penjadwalan proyek (project schedule).
Dengan memanfaatkan daftar pekerjaan pada WBS, akan dapat diperkirakan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap pekerjaan tersebut. Perkiraan bisa dilakukan dengan mempertimbangan beberapa hal, antara lain ketersediaan sumber daya dan kompleksitas.
Selanjutnya dilakukan penjabaran dalam kalender (flow time). Beberapa model pendekatan bisa digunakan untuk menghitung perkiraan waktu yang diperlukan :
• Most optimistic : Merupakan waktu ideal untuk menyelesaikan pekerjaan, diasumsikan segala sesuatunya berjalan lancar, dan sempurna.
• Most likely : Merupakan waktu yang dibutuhkan pada kondisi kebanyakan, tipikal dan normal.
• Most pessimistic :Merupakan waktu yang dibutuhkan ketika keadaan paling sulit terjadi.
Selanjutnya, estimasi waktu dilakukan dan dibagi dalam unit (misal 8 jam/hari). Estimasi waktu untuk suatu proyek Intranet (seperti contoh diatas) lebih sulit dari proyek pengembangan aplikasi lainnya. Hal ini karena masih sedikit proyek yang dapat digunakan sebagai patokan menghitung waktu pelaksanaan.
Dalam mengestimasi waktu ini juga harus dipertimbangkan beberapa hal, misal pengalaman teknologi server yang digunakan, keahlian Perl, CGI, Java, HTML, browser, dan juga bekerja dalam lingkungan TCP/IP.
Setelah WBS berhasil disusun dan perkiraan lama waktu pelaksanaan telah dihitung, selanjutnya dilakukan penyusunan jadwal kerja. Pada dasarnya ada dua jenis model deskripsi penjadwalan, yaitu :
2. Manageable Unit
• Dapat dikelola sebagai satuan unit kerja
• Dapat dikodekan
• Dapat direncanakan dan dianggarkan secara pasti
• Mudah diukur kemajuan pelaksanaan dan pemakaian biayanya
• Dapat dikaji kualitas kerja dan hasil akhirnya
• Bila diintegrasikan dengan yang lainnya dapat menjadi kesatuan yang utuh

3. Tujuan WBS
• Melengkapi komunikasi antar personal proyek
• Menjaga konsistensi dalam pengendalian dan pelaporan proyek
• Cara efektif untuk melengkapi tugas manajemen

4. Manfaat WBS
• Mengurangi kompleksitas
• Fasilitas penjadwalan dan pengendalian
• Dapat dipergunakan sebagai tool Estimasi Biaya (Cost Estimating)
• Dapat dipergunakan sebagai tool dalam membuat anggaran (Cost Budgeting)
• Dapat dipergunakan sebagai tool dalam perencanaan manajemen Resiko (Risk Management Planning)
• Mengidentifikasi aktivitas (Activity Definition)

5. Mengapa WBS
• WBS merupakan aktivitas yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan sebuah proyek.
• WBS menciptakan sebuah sense kebutuhan yang urgen
• WBS dapat membantu dalam mencegah terjadinya perluasan scope yang tidak menentu sehingga proyek menjadi tidak jelas arahnya (Scope creep)
• WBS dapat dijadikan sebagai alat kendali (provides control)
• WBS dapat dijadikan sebagai alat untuk menentukan scope baseline

6. Metode Pendekatan pembuatan WBS
• Bottom up Methods
• Top Down Methods

7. Jenis – Jenis WBS
• Kita tidak perlu membingungkan jenis-jenis WBS karena pada dasarnya Proyek dapat diturunkan menjadi unit manageable dengan berbagai cara.
• Namun demikian berikut adalah beberapa cara penurunan proyek tersebut:
• Contractual WBS (CWBS)
• Organizational Breakdown Structure (OBS)
• Resource Breakdown Structure (RBS)
• Bill Of materials (BOM)
• Project Breakdown Structure (PBS)

8. Contractual WBS
• Untuk mendefinisikan secara Scope kontraktual (sellers and buyers) yang biasanya tidak begitu detail dibandingkan WBS yang dipergunakan untuk memanajemen proyek tersebut.
• Organizational Breakdown Structure
• Suatu dekomposisi yang memperlihatkan elemen kerja yang telah dipetakan terhadap struktur organisasi.

9. Resource Breakdown Structure
• Variasi daripada OBS dimana lebih spesifik dipetakan terhadap individu.
• Bills Of Materials
• Suatu teknik mengdekomposisikan proyek dengan menggambarkan hirarki daripada komponen-komponen fisik yang perlu diproduksi.
• Project Breakdown Structure
• Suatu teknik yang secara fundamental sama seperti WBS yang diaplikasikan dalam proyek yang sangat besar.
• Menggambarkan keseluruhan dekomposisi proyek secara detail yang diarahkan sesuai dengan kepentingan.

10. Bekerja dengan WBS
• WBS sebagai teknik untuk mendekomposisi proyek menjadi sebuah manageable unit pada dasarnya tidak ada cara yang benar ataupun salah dalam pembuatannya.
• Namun dalam proyek IT Dapat kita manfaatkan DFD sebagai tool untuk memecahkan keseluruhan proyek IT menjadi modul-modul yang kecil
• Untuk itu berikut panduan dalam WBS (Tidak mutlak harus begini)
• Pecah setiap fungsi ke dalam 3 buah subfungsi
1. Menerima masuukan dan memasukkannya ke dalam bentuk yang berkaitan (Input)
2. Mentrnasformasikan ke dalam keluaran yang dibutuhkan (Proses)
3. Menyiapkan ke dalam bentuk akhir yang diminta (Output)
• Lakukan komposisi secara iteratif
• Tidak seluruh cabang mempunyai level yang sama
• Buat struktur produk dengan perangkat lunak bila dibutuhkan
• Jika WBS sangat rumit untuk ditampilkan dalam satu peta maka pecahkan setiap level subfungsi dalam peta yang terpisah
• Bangun Inisial WBS oleh manager Proyek
• Kaji dan perbaiki WBS oleh semua kelompok yang berkaitan

11. Faktor Pertimbangan dalam bekerja dengan WBS
• Adakah unit yang dikerjakan sudah merupakan unit yang mungkin untuk dikerjakan ? (Logical partion seperti waktu dan aktivitas)
• Apakah identifikasi milestone sudah merepresentasikan tahap yang akan dikerjakan?
• Apakah sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau bagaimana pengaruhnya terhadap siklus bisnis selama proyek tersebut di kerjakan?
• Apakah pengalokasian dana sudah jelas? (dari sisi jumlah, waktu pengucuran dana dll)
• Deliverable WB


12. Menguji / Menganalisa WBS
• Sekarang kita sudah mempunyai unit-unit yang manageable?
• Menguji terhadap apa?
• Bagaimana?
• Lebih banyak detail yang bisa kita munculkan berarti lebih akurat estimasi yang kita lakukan.
• Menentukan dependensi daripada unit
• WBS dikatakan Baik apabila sesuai dengan requirement (kebutuhan), dideliverikan sesuai pada waktunya dengan dana yang “pas”
• Mendapat Persetujuan Manajemen
• Mempresentasikan kepada Project Sponsor
• Mempresentasikan kepada Key StakeHolders

Algoritma Fungsi Hash SHA 512

Metode Penyandian Pesan Dengan Kriptografi Algoritma SHA-512 [ 3 ]
Algoritma SHA-512 adalah algoritma yang menggunakan fungsi hash satu arah yang diciptakan oleh Ron Rivest. Algoritma merupakan pengembangan dari algoritma-algoritma sebelumnya yaitu algoritma SHA-0, SHA-1, SHA-256 dan algoritma SHA-384.
Beberapa contoh algoritma fungsi hash yang umum digunakan antara lain MD4[6][4], SHA1[7] dan MD5[8][9] yang merupakan perbaruan dari MD4. Keterkaitan dan perkembangan dari algoritma hash tersebut, seperti diperlihatkan pada Gambar di bawah ini Kotak merah pada label pada gambar, menunjukkan bahwa algoritma tersebut terbukti telah terjadi collision. Saat ini, National Institute of Standard and Technology (NIST) telah menjadikan SHA-224, SHA-256, SHA-384, dan SHA-512 sebagai standard fungsi hash yang baru. Standard fungsi hash yang baru saat ini masih terus dalam kajian apakah fungsi hash ini bersifat collision free karena fungsi tersebut masih turunan dari MD5 yang telah terbukti bersifat collision. 
Cara kerja kriptografi algoritma SHA-512 adalah menerima input berupa pesan dengan ukuran sembarang dan menghasilkan message diggest yang memiliki panjang 512 bit. Berikut illustrasi gambar dari pembuatan  message diggest pada kriptografi algoritma SHA-512 : [4]
Gambar 2.6  Pembuatan Message Digest Dengan Algoritma SHA-512
Menilik dari gambar diatas, secara garis besar pembuatan message digest ditempuh melalui empat langkah, yaitu :

1.      Penambahan bit bit pengganjal [4]
Proses pertama yang dilakukan adalah menambahkan pesan dengan sejumlah bit pengganjal sedemikian sehingga panjang pesan (dalam satuan bit) kongruen dengan 896 mod 1024 Ini berarti setelah menambahkan bit-bit pengganjal, kini panjang pesan adalah 128 bit kurang dari kelipatan 1024. Hal yang perlu diingat adalah angka 1024  muncul karena algoritma SHA-512 memproses pesan dalam blok-blok yang berukuran 1024.
Apabila terdapat pesan dengan panjang 24 bit, maka pesan tersebut akan tetap ditambahkan dengan bit-bit pengganjal. Pesan akan ditambahkan dengan 896 - (24 + 1) = 871 bit. Jadi panjang bit-bit pengganjal adalah antara 1 sampai 896. Lalu satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya bit-bit pengganjal terdiri dari sebuah bit 1 diikuti dengan sisanya bit 0.
2.      Penambahan nilai panjang pesan semula
kemudian proses berikutnya adalah pesan ditambah lagi dengan 128 bit yang menyatakan panjang pesan semula. Apabila panjang pesan lebih besar dari 2128 maka yang diambil adalah panjangnya dalam modulo 2128. dengan kata lain, jika pada awalnya panjang pesan sama dengan K bit, maka 128 bit yang ditambahkan menyatakan K modulo 2128. sehingga setelah proses kedua ini selesai dilakukan maka panjang pesan sekarang adalah 1024 bit.









3.      Inisialisasi nilai hash
Pada algoritma SHA-512 nilai Hash, H(0)  terdiri dari 8 words dengan besar 64 bit dalam notasi hexadesimal sebagai berikut : 
Penyangga
Nilai awal ( )
A
6a09e667f3bcc908
B
bb67ae8584caa73b
C
3c6ef372fe94f82b
D
a54ff53a5f1d36f1
E
510e527fade682d1
F
9b05688c2b3e6c1f
G
1f83d9abfb41bd6b
H
5be0cd19137e2179

Fungsi hash SHA 1


SHA 1
Fungsi hash SHA merupakan sekumpulan fungsi hash didesain oleh National Security Agency dan dipublikasikan oleh NIST sebagai U.S Federal Information Processing Standard (FIPS). SHA merupakan singkatan dari Secure Hash Algorithm. SHS (Secure Hash Standard) merupakan standar yang mendefinisikan SHA. Ada banyak versi SHA. SHA-0, SHA-1, SHA-2. Sedangkan untuk SHA-2 terbagi lagi menjadi SHA-224, SHA-256, SHA-384, and SHA-512. Di sini hanya akan dibahas mengenai SHA-1. SHA-1 menghasilkan 160 bit message diggest dari pesan yang panjangnya kurang dari 264 bit. SHA-1 hampir mirip dengan MD4 tetapi dengan beberapa perubahan.
Langkah-langkah dalam menghitung nilai hash adalah sebagai berikut :
1. Message Padding
SHA-1 digunakan untuk menghitung message diggest dari pesan atau file data yang disediakan sebagai input. Pesan atau file dianggap sebagai kumpulan bit-bit. Panjang dari pesan adalah banyaknya bit didalam pesan (Pesan kosong memiliki panjang 0). Jika banyaknya bit di dalam pesan merupakan kelipatan 8, untuk memudahkan pembacaan dapat ditampilkan dalam format hexadecimal.
Tujuan dari message padding adalah membuat panjang total dari isi pesan menjadi kelipatan 512 bit. SHA-1 secara sekuensial memproses blok 512 bit ketika menghitung message diggest.


Pada message padding, tambahkan satu buah “1” , diikuti oleh m buah “0” diikuti oleh 64 bit integer pada akhir pesan untuk menghasilkan pesan dengan panjang 512 * n. 64 bit integer tersebut adalah panjang dari pesan asli sebelum message padding.
Misalkan pesan dengan panjang L < 26. Sebelum pesan menjadi input SHA-1, dilakukan message padding sebagai berikut
Misal pesan aslinya (L = 40) adalah :
01100001 01100010 01100011 01100100 01100101 (biner)
61 62 63 64 65 (hex)
Tambahkan “1” pada akhir pesan
01100001 01100010 01100011 01100100 01100101 1
Karena L = 40, maka hasilnya menjadi = 41, sehingga diperlukan “0” sebanyak
448 – 41 = 407 buah.
01100001 01100010 01100011 01100100 01100101 10000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000
Dalam hexadecimal hasilnya adalah
61626364 65800000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000


Tambahkan 64 bit representasi dari panjang pesan asli. Untuk L = 40, maka representasi dari 64 bit panjang pesan adalah
00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00101000 (biner)
00000000 00000028 (hexa)
Maka, setelah ditambahkan hasilnya :
(dalam biner)
01100001 01100010 01100011 01100100 01100101 10000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000
00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00101000
(dalam hexa)
61626364 65800000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000000 00000028
Hasil dari message padding adalah n 512-bit block (n * 16 word) , untuk suatu n > 0.
Padded message disimbolkan dengan M(1), M(2), …, M(n)
1. Fungsi dan Konstanta yang Digunakan
Serentetan fungsi logic f(0), f(1), f(2), .. ,f(79) digunakan dalam SHA-1. Setiap f(t) , 0 ≤ t ≤ 79 beroperasi pada 32bit word B, C, D dan menghasilkan 32bit word sebagai output.
f( t; B,C,D) didefinisikan sebagai berikut. Untuk word B,C,D :
f(t;B,C,D) = (B AND C) OR ((NOT B) AND D) ( 0 <= t <= 19)
f(t;B,C,D) = B XOR C XOR D (20 <= t <= 39)
f(t;B,C,D) = (B AND C) OR (B AND D) OR (C AND D) (40 <= t <= 59)
f(t;B,C,D) = B XOR C XOR D (60 <= t <= 79)
Serentetan konstanta K(0), K(1), K(2), … , K(79) digunakan dalam SHA-1.
Dalam hexadecimal konstanta tersebut adalah :
K(t) = 5A827999 ( 0 <= t <= 19)
K(t) = 6ED9EBA1 (20 <= t <= 39)
K(t) = 8F1BBCDC (40 <= t <= 59)
K(t) = CA62C1D6 (60 <= t <= 79)
Selain itu juga digunakan fungsi Circular Left Shift. Circular left shift S^n(X) , dimana X adalah 32 bit word dan n adalah bilangan integer dengan 0 ≤ n < 32.
S^n(X) = (X << n) OR (X >> 32-n)
Contoh: Misalkan X = 11010000 01010000 11100000 00001010 , dan n = 5
Maka
X << 5 = 00001010 00011100 00000001 01000000
X >> 27 = 00000000 00000000 00000000 00011010
————————————————————— (OR)
S^5(X) = 00001010 00011100 00000001 01011010
1. Menghitung Message Diggest
Message diggest dihitung menggunakan hasil message padding. Komputasi menggunakan dua jenis buffer, setiap jenis buffer tediri dari 5 buah 32-bit word. 5 buah 32-bit word buffer pertama dilabeli dengan A, B, C, D, E. Sedangkan buffer kedua dilabeli H0, H1, H2, H3, H4. Terdapat sebuah sekuen 80 word 32-bit, yang dilabeli W(0), W(1), W(2), …, W(79) dan juga sebuah word buffer yang dilabeli dengan TEMP. Untuk men-generate message diggest, block-block 16 word M(1) M(2) M(3) … M(n) hasil message diggest diproses secara berurutan. Setiap pemrosesan M(i) membutuhkan 80 langkah.
Sebelum memproses apapun, untuk pertama kali, H diinisialisasi sebagai berikut:
H0 = 67452301
H1 = EFCDAB89
H2 = 98BADCFE
H3 = 10325476
H4 = C3D2E1F0
Selanjutnya lakukan komputasi dari M(1), M(2), … , M(n). Untuk setiap M(i), lakukan langkah langkah sebagai berikut ini :
Step 1 Divide M(i) into 16 words W(0), W(1), … , W(15), where W(0) is the left-most word.
Step 2 For t = 16 to 79 do
W(t) = S^1( W(t-3) XOR W(t-
XOR W(t-14) XOR W(t-16) )
Step 3 Let A = H0, B = H1, C = H2, D = H3, E = H4
Step 4 For t = 0 to 79 do
TEMP = S^5(A) + f(t;B,C,D) + E + W(t) + K(t);
E = D;
D = C;
C = S^30(B);
B = A;
A = TEMP;
Step 5 H0 = H0 + A;
H1 = H1 + B;
H2 = H2 + C;
H3 = H3 + D;
H4 = H4 + E;
Setelah memproses M(n), message diggest adalah 160-bit string yang direpresentasikan oleh 5 word

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Operasi Hitung Menjumlahkan Satuan Melalui Media Gambar Kelas 1


1.       Pembelajaran Bidang Studi Matematika di Sekolah Dasar
Pada pendidikan di sekolah dasar, proses pembelajaran mempunyai fungsi dan pengaruh yang sangat besar dalam membangun konstruksi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Semua kegiatan pembelajaran di jenjang pendidikan sekolah dasar hendaknya dikelola dengan baik, berdaya guna, dan berhasil guna dengan bimbingan yang cermat, pendekatan yang tepat, dan pemahaman yang memadai kondisi psikologis siswa di sekolah dasar, yang memang pada dasarnya memerlukan perhatian dan wawasan yang cukup.
Pada pendidikan dasar enam tahun di sekolah dasar secara prinsipil menempatkan banyak elemen yang dipertaruhkan, karena pada jenjang ini merupakan jenjang jenjang peletakan pondasi dasar dalam proses pendidikan di jenjang yang lebih tinggi. Pondasi yang kokoh akan membuat proses pembelajaran di jenjang selanjutnya relatif lebih ringan karena tinggal melanjutkan dan meneruskan proses pembelajaran yang telah ada. Seringkali para guru di jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan di sekolah dasar; seperti di tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) bahkan di perguruan tinggi mengeluh, karena siswanya lemah dalam penguasaan dan keterampilan yang berhubungan secara langsung bentuk-bentuk kemampuan-kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa secara mutlak.
Bidang studi matematika seringkali menjadi pilihan atau salah satu mata pelajaran yang kurang disukai dan diminati siswa bahkan bisa dikatakan ditakuti oleh siswa. Bidang studi matematika yang memiliki hubungan langsung dengan keterampilan dasar berhitung ini menempati urutan pertama pada daftar mata pelajaran yang menjadi ‘hantu’ pada siswa di hampir semua lembaga pendidikan di berbagai jenjang, baik di tingkat sekolah dasar, tingkat lanjutan pertama maupun tingkat lanjutan atas.
Sebuah kenyataan yang naif dan memprihatinkan bagi kalangan pendidikan, termasuk di dalamnya guru. Namun tidak bisa dipungkiri begitu saja oleh banyak pihak yang terkait erat dengan dunia pendidikan bahwa kenyataan ini bisa saja dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pembelajaran di tingkat dasar kurang memenuhi harapan yang diinginkan dan kurang memenuhi target ketercapaian kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga siswa merasa kesulitan mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa bersangkutan mempunyai tingkat keterampilan matematis-logis yang rendah.
Pada umumnya, siswa di sekolah dasar mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi Matematika. Kesulitan yang berkembang pada diri hampir keseluruhan siswa di tingkat sekolah dasar pada bidang stud Matematika ini yaitu kesulitan dalam menyelesaikan operasional yang berhubungan dengan keterampilan dan Matematika. Keterampilan dasar pada bidang studi Matematika meliputi : (1) operasi penjumlahan, (2) operasi pengurangan, (3) operasi perkalian, dan (4) operasi pembagian.
Kenyataan tersebut di atas, pada umumnya seringkali dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi belajar siswa pada bidang studi Matematika. Apabila permasalahan tersebut tidak segera diambil tindakan penanggulangan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan yang erat dan mempunyai kewenangan (policy) dalam menentukan kebijakan dan kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran maka niscaya siswa akan menemui kesukaran dan tertinggal dalam mengikuti proses pembelajaran bidang studi matematika. Lebih-lebih, pada siswa yang memang pada dasarnya mempunyai motivasi belajar yang rendah, mereka akan putus asa dan menjaga jarak dengan proses pembelajaran bidang studi matematika. Sebuah realitas yang patut dicermati bersama.
Guru sebagai salah satu pihak yang mempunyai kewenangan (policy) dalam menentukan kebijakan pendidikan terutama dalam proses pembelajaran langsung di lapangan mempunyai tanggung jawab yang besar guna mengatasi permasalahan atau problematika ini. Hal ini berdasarkan realitas bahwa secara prinsipi bidang studi matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan perlu sekali untuk dikuasai siswa karena berhubungan langsung dengan salah satu aspek kecerdasan individu, dalam pengertian yang luas (Moesono, 2000:04).
Guru dituntut mempunyai kemampuan dan kreatifitas tersendiri dalam mengelola kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika. Guru pengajar matematika harus bisa melepaskan diri dari predikat ‘guru yang menakutkan’, sebuah atribut yang seringkali diberikan siswa kepada guru nengingat begitu ‘mengerikannya’ bidang studi matematika. Guru juga hendaknya mempunyai ide-ide yang kreatif, inovatif, dan tepat sasaran dalam mengelola kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnnya, baik secara profesional maupun moralitas.
Dalam upaya menuju ke arah peningkatan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berbagai operasional matematis, guru hendaknya mengembangkan sebuah strategi pembelajaran yang mengenai sasaran, berdaya guna dan berhasil guna, serta dapat memberikan persepsi baru bahwa bidang studi matematika bukanlah mata pelajaran yang ‘menakutkan’ dan belajar matematika itu sebenarnya mudah (Suyadi, 1989:09).
Sejalan dengan kerangka berpikir seperti tersebut di atas, guru hendaknya mampu secara reflektif memberikan penyadaran (katarsis) kepada siswa bahwa pada dasarnya bidang studi matemayika –yang dalam proses pembelajarannya menitikberatkan pada pengasahan keterampilan operasional matematis-logis dengan angka-angka sebagai objek pembelajarannya– tidaklah berbeda jauh dengan bidang studi dan disiplin ilmu yang lain.
Selain melakukan kegiatan reflektif yang menekankan pada aspek penyadaran (katarsis) siswa, guru juga bisa memilah, memilih, dan mencermati metode yang tepat yang kiranya menemukan kesesuaian apabila diterapkan pada siswa dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar (KBM), dengan merujuk pada situasi, kondisi, latar belakang, dan karakteristik siswa di kelas itu sendiri.
2.       Media Gambar Sebagai Alat Peraga
Keterampilan berhitung siswa merupakan salah satu bentuk keterampilan dasar yang menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika. Tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika tersebut memiliki pengaruh yang besar pada prestasi belajar siswa.
Suatu kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sering menemui kendala dan hambatan yang dapat berkembang menjadi sebuah problematika pembelajaran yang besar dapat mempengaruhi tingkat ketercapaian prestasi belajar siswa pasca proses pembelajaran. Upaya-upaya untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang baik berimplementasi langsung pada upacar secara terus menerus dan menyeluruh pada peningkatan prestasi belajar siswa.
Peningkatan prestasi belajar siswa; merupakan sebuah usaha yang dilakukan antara beberapa pihak yang terkait dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan, seperti guru, orang tua siswa (wali murid), dan pihak-pihak yang lainnya (Suryaman, 1990:12).
Dalam proses pembelajaran bidang studi matematika, dikenal beragam teknik pendekatan, strategi pembelajaran, dan model pembelajaran yang tepat sasaran, berdaya guna, dan berhasil guna yang bisa diterapkan secara aplikatif kepada siswa di kelas guna pencapaian target pembelajaran seperti yang diinginkan dan diharapkan oleh berbagai pihak.
Berbagai metode pendekatan, strategi pembelajaran maupuj model pengajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika masing-masing memiliki pernik dan relung sendiri-sendiri, dan masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangan dan karakteristik yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas tertentu namun masing-masing memiliki satu tujuan yang sama yakni memperlancar proses kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika dan meningkatkan prestasi belajar siswa pasca kegiatan belajar mengajar (LBM) bidang studi matematika.
Penggunaan media gambar sebagai alat peraga memiliki pengertian yang mendasar. Pada kegiatan ini, guru mengupayakan sebuah optimalisasi alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika sebagai media pendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) itu sendiri secara kontributif, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna. Media gambar ditempatkan sebagai alat peraga yang dapat membantu siswa untuk mengaktualisasikan diri lebih jauh dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada target capaian peningkatan kemampuan penyelesaian operasional penjumlahan pada siswa di sekolah dasar, secara memadai.
Peningkatan kemampuan operasional penjumlahan ini secara implementatif akan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam ruang lingkup yang lebih besar. Kegiatan peningkatan prestasi belajar siswa tidak bisa dibebankan pada satu pihak semata. Usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa hendaknya dilakukan secara bersama, koordinatif, dan berkesinambungan. Hal ini akan mengurangi kemunculan kendala dan hambatan yang dapat berkembang menjadi problematika tersendiri, yang dapat menyulitkan dan menyurutkan usaha untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Prianto (1995:23) dalam makalahnya yang berjudul “Media Pembelajaran, Suatu Model Penunjang Prestasi Siswa” yang dibacakannya dalam Seminar Sehari Peran Media Belajar: Aplikasi dan Kreatifitas Guru mengatakan bahwa usaha guna meningkatkan hasil prestasi belajar siswa seringkali berhadapan dengan kendala atau hambatan bahwa:
(i) guru ataupun jajaran pengelola pendidikan di sekolah cenderung apatis dan tidak melakukan upaya-upaya konkret untuk keluar dari realitas ini;
(ii) lingkungan masyarakat atau keluarga siswa juga relatif kurang memberikan dukungan dalam proses pembelajaran; dan
(iii) minimnya fasilitas yang bisa mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi Matematika.
Selain berhadapan dengan faktor guru dan lingkungan yang melatarbelakangi siswa yang kurang memberikan dukungan serta minimnya fasilitas pendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar (KBM). Usaha meningkatkan prestasi belajar siswa dalam bidang studi matematika juga berhadapan dengan faktor siswa itu sendiri. Rendahnya motivasi belajar pada siswa di sekolah dasar menciptakan permasalahan tersendiri yang membuat banyak pihak, terutama guru sebagai institusi pertama yang berhadapan langsung dengan situasi dan kondisi tersebut.
Guru dituntut untuk bekerja keras mengupayakan solusi guna mengatasi permasalahan atau problematika tersebut. Rendahnya motivasi belajar pada siswa menuntut untuk segera disikapi dan dicarikan sebuah jalan keluar. Karena, jika situasi dan kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka tidak hanya siswa itu sendiri yang nantinya merugi karena tertinggal dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dan diikuti dengan penurunan hasil prestasi belajarnya. Tentu saja penurunan prestasi belajar ini secara nyata dapat diamati dan dicermati pada kemampuan dan keterampilan siswa dalam mengaplikasikan materi pembelajaran yang seharusnya mampu dikuasainya pada kegiatan sehari-hari, baik di lingkungan pembelajaran di sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
Salah satu langkah kongkret yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media gambar sebagai alat peraga dalam mendukung kelancaran dan keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika pda siswa kelas I sekolah dasar. Penggunaan media gambar sebagai alat peraga dalam menunjang kelancaran kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi matematika diasumsikan mampu untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan dan problematika yang dihadapi oleh banyak pihak yang terkait dengan dunia pendidikan –khususnya pendidikan di tingkat dasar– yakni meningkatkan keterampilan berhitung perkalian siswa, terutama pada siswa di kelas I sekolah dasar.
Kecerdasan yang ada pada manusia dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk kecerdasan, yang mana antara satu bentuk kecerdasan dengan bentuk kecerdasan yang lain mempunyai hubungan dan keterkaitan yang sangat erat dan kompleks. Ada delapan bentuk kecerdasan yang biasa disebut sebagai kecerdasan majemuk. Kecerdasan ini berfungsi secara bersamaan dengan cara yang berbeda-beda pada diri setiap individu. Beberapa individu mempunyai tingkatan yang tinggi pada semua atau hampir semua aspek kecerdasan tersebut. Tetapi ada sebagian individu yang lain, mempunyai kekurangan dalam semua aspek kecerdasan, kecuali aspek-aspek kecerdasan yang bersifat mendasar. Secara global, manusia di antara dua kutub ini, sangat berkembang dalam kecerdasan tertentu, dan agar terbelakang dalam aspek kecerdasan lainnya.
Lebih lanjut, Gardner dan Amstrong (dalam Akbar, 2002:88) mengatakan bahwa ada delapan kecerdasan yang dimiliki setiap manusia yang disebut sebagai multiple intellegences (kecerdasan majemuk), yang meliputi :
(i) kecerdasan linguistik; kemampuan menggunakan kosakata dalam kalimat yang efektif baik lisan maupun tertulis;
(ii) kecerdasan matematis-logis; kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar;
(iii) kecerdasan spasial; kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual-spasial, dan mengorientasikan diri secara matrik spasial;
(iv) kecerdasan kinetis-jasmani; keahlian menggunakan seluruh tubh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan dan mengubah sesuatu;
(v) kecerdasan musikal; kemampuan menangani bentuk-bentuk musikalk dengan cara mempersepsi, membedakan, menggubah, dan mengekspresikannya;
(vi) kecerdasan interpersonal; kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati; maksud; motivasi; serta perasaan orang lain;
(vii) kecerdasan intrapersonal; kemampuan memahami diri secara akurat, kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri secara proporsional.
(viii) Kecerdasan naturalis; kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap fenomena alam lain-lainnya.
Bentuk-bentuk kecerdasan ini dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya secara bersamaan dengan cara yang berbeda-beda pada diri setiap individu. Ada individu mempunyai tingkatan yang sangat tinggi pada semua atau hampir semua aspek kecerdasan tersebut. Tetapi ada juga sebagian kecil individu yang lain, mempunyai kekurangan dalam semua aspek kecerdasan, kecuali aspek-aspek kecerdasan yang bersifat mendasar. Pada dasarnya, manusia di dalam kegiatannya sehari-hari, baik dalam bertindak maupun berpikir terperangkap di antara dua kutub ini, di sisi lain sangat berkembang dalam kecerdasan tertentu, tetapi terkadang di lain pihak agak terbelakang dalam aspek kecerdasan lainnya.
Kecerdasan matematis-logis merupakan kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar dan tepat. Kemampuan ini menempati posisi kedua setelah kecerdasan linguistik, hal ini menunjukkan bahwa setelah aktivitas berkomunikasi yang mempergunakan bahasa maka yang diperlukan dalam hidup dan berkehidupan adalah kemampuan mempergunakan logika dalam memfungsikan penggunaan angka-angka sebagaimana mestinya. Kecerdasan matematis ini meliputi empat keterampilan dasar yang mencakup (i) operasional penjumlahan, (ii) operasional pengurangan, (iii) operasional perkalian, (iv) operasional pembagian.
3.       Indikasi Keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar
Indikator tingkat keberhasilan yang menunjukkan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi Matematika yang menargetkan pada peningkatan keterampilan operasional penjumlahan siswa dengan menggunakan media gambar sebagai alat peraga adalah sebagai berikut :
(1) Peningkatan kemampuan pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran siswa
Peningkatan kemampuan operasional penjumlahan siswa secara kualitas terlihat dalam kemampuan melakukan penyelesaian operasi penjumlahan dengan cepat dan tepat pada proses pembelajaran bidang studi Matematika. Tingkat kemampuan dan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas operasional penjumlahan relatif memudahkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran ini memberikan gambaran yang kongkret pada peningkatan prestasi belajar siswa dalam bidang studi matematika.
(2) Tingkat efisiensi kegiatan belajar mengajar (KBM)
Efisiensi proses interaksi antara siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi Matematika yang berpusat pada keterampilan operasional penjumlahan siswa yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi interaksi pembelajaran dalam bidang studi matematika itu sendiri.


                     















DAFTAR PUSTAKA

Akbar. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo.
Bahari, Abdullah dkk. 2000. Metode Belajar Anak Kreatif. Bandung: Dwi Pasha Press.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Bidang Studi Matematika di Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur, Balitbang, Depdiknas.
Markus, Alim. 1998. Manajemen Pendidikan Sekolah Terbuka: Representasi Sistem Pendidikan De-Birokratisasi. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Moesono, Djoko. 2000. Mari Berhitung, Belajar Matematika dengan Mudah. Jakarta: Pustaka Jaya Press.
Prianto, Ahmad Joko. 1995. Media Pembelajaran, Suatu Model Penunjang Prestasi Siswa. Dibacakan dalam Seminar Sehari Peran Media Belajar: Aplikasi dan Kreatifitas Guru tanggal 02 Agustus 1995 di Malang.
Rahman, Arief. 2000. Sistem Pendidikan Indonesia: Potret Realitas Manajemen yang Mengambang. Yogyakarta: Lentera.
Sukoco, Padmo. 2002. Penelitian Kualitatif: Metodologi, Aplikasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gunung Agung.
Surakhmad, Iwanurrif. 1990. Mengembangkan Pendidikan di Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Yayasan Obor.
Suriah, N. 2003. Penelitian Tindakan. Malang: Bayu Media Publishing.
Suryaman, Maman. 1990. Kerangka Acuan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa. Bandung: Aksara.
Wibawa, B. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan.